Kuni Cra Liya o Wangi-Wangi

Kuni Cra Liya o Wangi-Wangi
Pohon Melai

Rabu, 26 Oktober 2011

LEMBAGA ADAT LIYA KABUPATEN WAKATOBI RESMI TELAH DIKUKUHKAN DI BARUGA KERATON LIYA

Oleh : La Ode Saruhu



Pada hari Selasa tanggal 8 November 2010 tepat jam 15.30 waktu Liya  Togo telah dikukuhkan LEMBAGA ADAT LIYA KABUPATEN WAKATOBI oleh 4 Kepala Desa atau yang mewakili antara lain Kepala Desa Lagundi, Wakil Kepala Desa Liya Togo, Kepala Desa One Melangka dan Kepala Desa Liya Mawi bertempat di Baruga Keraton Liya. Sayang pada acara yang sakral ini tidak dilanjutkan dengan pelantikan secara adat yakni Pengambilan Sumpah Lakina Liya yang dilakukan oleh Bonto Ogena kepada Ketua Lembaga Adat Liya yakni La Ode Maliku. yang disaksikan oleh Keturunan dari Meantu'u Solodadhu (polisi) dan Meantu'u Kontabitara  (hakim) sehingga terkesan biasa-biasa acara pelantikan ini karena saja tidak memiliki pesan phisikologis bagi masyarakat Liya Besar. Apalagi pada kesempatan tersebut tidak dihadirkan Kepala Desa Wisata Kolo, padahal desa Kolo merupakan bagian wilayah administrasi desa semasa masih ada Lakina di masa kerajaan Liya.
 
Namun demikian keseluruhan rangkaian kegiatan pangukuhan cukup berjalan baik sebagaimana diharapkan meskipun ada salah seorang peserta undangan bernama La Ode Oni dari keturunan Yarona Konta Bitara memberikan beberapa pesan moral kepada seluruh perangkat Lembaga Adat tersebut dan diharapkan pesan moral ini dapat menjadi masukan positif dalam menjalankan tugas mulia kemasyarakatan sebagaimana diamanahkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1997 juncto Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1999 tentang Lembaga Adat.
 
Kepada semua masyarakat Liya besar diharapkan dapat mendukung pelaksanaan kerja Lembaga Adat Liya Kabupaten Wakatobi ini sekaligus bersama-sama mengawal dan mengawasi kebijakan yang di lakukan oleh Lembaga Adat ini supaya segala keputusan benar-benar berpihak kepada masyarakat secara adil bagi siapa saja yang memerlukan.
Tugas utama saat ini yang mesti segera diselesaikan oleh Pengurus Lembaga Adat Liya ini adalah segera menyusun AD dan ART dan menerbitkan Akte Notaris untuk keperluan Pemberian SK oleh Pemerintah Daerah Sulawesi Tenggara dan melapor ke SKPD Kesatuan Bangsa untuk mendapat lisensi setelah melalui litsus oleh Polda Sultra. Kemudian tugas kedua adalah segera mendorong pemerintah daerah kabupaten wakatobi untuk menyiapkan draf usulan Rencana Peraturan Daerah Tentang Lembaga Adat di wilayah Kabupaten Wakatobi. Setelah semua persyaratan memenuhi suarat barulah Lembaga Adat Kadie Liya ini bisa mulai bekerja sesuai alur program kerja yang tertuang dalam AD dan ART Lembaga ini.
Mudah-mudahan setelah terbentuknya dan mulai kerja Lembaga ini dapat menyelesaikan seubrik persoalan tanah adat yang menjadi sengketa di wilayah ini baik perorangan maupun antara desa utamanya pada tanah-tanah adat milik sara Liya yang saat ini menjadi kontroversial.

 Komunitas Adat Liya


Peran Lembaga Adat Liya

Dalam implementasi otonomi daerah, idealnya Lembaga Adat Kadie Liya Kabupaten Wakatobi dapat memiliki kontribusi sebagai komponen masyarakat yang ada di daerah. Peranan di sini dimaksudkan adalah tentang perihal apa yang dapat dilakukan Lembaga Adat Kadie Liya dalam masyarakat sebagai organisasi kemasyarakatan.
Lembaga adat Kadie Liya berkedudukan sebagai wadah organisasi permusyawaratan/ permufakatan para pengurus adat, pemuka-pemuka adat/masyarakat yang berada di luar susunan organisasi pemerintahan Kaupaten Wakatobi.

Adapun tugas Lembaga Adat Liya  berikut ini penulis kutip rumusan dari PERMENDAGRI No.3 Tahun 1997 sebagai berikut:

  1. menampung dan menyalurkan pendapat masyarakat kepada Pemerintah serta menyelesaikan perselisihan yang menyangkut hukum adat, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat;
  2. memberdayakan, melestarikan, dan mengembangkan adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat dalam rangka memperkaya budaya daerah serta memberdayakan masyarakat dalam menunjang penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan;
  3. menciptakan hubungan yang demokratis dan harmonis serta objektif antara kepala adat/pemangku adat/tetua adat dan pimpinan atau pemuka adat dengan aparat pemerintah di daerah

Selanjutnya Lembaga Adat Liya Kabupaten Wakatobi memiliki hak dan wewenang sebagai berikut :

  • mewakili masyarakat adat ke luar. yakni dalam hal menyangkut kepentingan dan mempengaruhi adat;
  • mengelola hak-hak adat dan/atau harta kekayaan adat untuk meningkatkan kemajuan dan taraf hidup masyarakat ke arah hidup yang lebih layak dan lebih baik;
  • menyelesaikan perselisihan yang menyangkut perkara adat istiadat dan kebiasaan- kebiasaan masyarakat sepanjang penyelesaian itu tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kemudian Lembaga Adat Liya Kabupaten Wakatobi berkewajiban diantaranya memelihara stabilitas nasional dan daerah dan menciptakan suasana yang dapat menjamin tetap terpeliharanya kebhinekaan masyarakat adat dalam rangka memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa.

Untuk menjalankan tugas-tugas, hak, wewenang dan kewajiban sebagaimana dimaksud di atas, Lembaga Adat Kadie Liya mempunyai fungsi melaksanakan kegiatan-kegiatan pendataan dalam rangka menyusun kebijaksanaan dan strategi untuk mendukung kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, kelangsungan pembangunan dan mendukung keberhasilan pembinaan masyarakat.

Identitas adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan rnasyarakat dan Lembaga Adat  Liya harus jelas. Identifikasi itu meliputi :

a). Nama dan/atau istilah yang digunakan.
b). Struktur, sistem status adat atau jabatan adat.
c). Struktur wilayah adat.
d). Kegiatan masyarakat adat yang berpola.
e). Pranata serta perangkat norma-norma adat termasuk di dalamnya hak-hak
     dan kewajiban masyarakat adat serta anggota masyarakat adat.
f). Sistem sanksi hukum adat.
g). Kekayaan serta hak milik masyarakat adat dan atau kelompok adat.
h). Masalah-masalah lain yang berkaitan dengan adat istiadat.

Penutup
Nilai-nilai budaya kita yang luhur itu sebagai sistem nilai memang seharusnya ditempatkan pada tataran yang ideal dan tinggi untuk mampu membangun ketahanan budaya dari jajahan mental dan segala bentuk pengurasan dan penindasan berikutnya oleh pihak luar. Namun demikian bukan berarti masyarakat adat harus mengisolasikan diri dari pengaruh luar, karena "sejarah dan ilmu antropologi memperlihatkan bahwa tidak ada satu kebudayaanpun di dunia ini yang bisa berkembang subur dengan isolasionisme. Kebudayaan suatu bangsa, senantiasa adalah kebudayaan campuran (metisage)", ujar L. Lenghor, mantan Presiden Senegal-5. Oleh karena itu masyarakat adatpun harus bersifat terbuka karena mau tidak mau, suka atau tidak suka, tidak ada pilihan lain dalam menghadapi era globalisasi.
 
Kita berharap implementasi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 15 Ayat (m)  yang mana disebutkan bahwa Pemerintah Daerah memiliki kewajiban melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai adat suatu daerah  pada akhirnya dapat menampung dinamika masyarakat lokal dan mampu mengakomodasikan keanekaragaman struktur dan kultur yang hidup dan berkembang dalam masyarakat adat ****
 

Tidak ada komentar: