Kuni Cra Liya o Wangi-Wangi

Kuni Cra Liya o Wangi-Wangi
Pohon Melai

Rabu, 26 Oktober 2011

MESJID TERTUA DI INDONESIA TERDAPAT DI LAMANTANARI DESA LIYA TOGO KABUPATEN WAKATOBI


MAKAM HAJI A.MUHAMMAD DI KOHONDAO
5 KALI KUTIF BARU BISA DITEMBUS LENSA


OLEH : ALI HABIU *)



Data epistemologis dari hasil wawancara dialog metafisis dengan arwah seorang haji asal persia yang cukup berpengaruh di kalangannya pada masa itu bernama Haji A. Muhammad pada hari Kamis tanggal 18 Maret 2010 bertempat tidak jauh dari makamnya di tempat pemandian Kohondao desa Woru Liya Togo kepulauan wangi-wangi, kabupaten wakatobi, provinsi Sulawesi Tenggara; mengatakan bahwa bangunan mesjid di Togo Lamantanari dibangun oleh serombongan saudagar berjumlah 18 orang asal persia yang terdampar di pulau Wangi-Wangi pada tahun 1234 Masehi.


Para saudagar ini tanpa disengaja terdampar di pulau wangi-wangi tepatnya di Lamantanari akibat dari kapal dagang yang mereka tumpangi dari Persia hendak menuju Filiphina melalui selat Malaka dan selat Jawa menabrak karang di laut jawa dan kapal tersebut menjadi pecah. Demikian kisah haji A.Muhammad salah seorang pimpinan saudagar tersebut menkisahkan kepada penulis setelah penulis mengunjungi Kuburannya yang terdapat dalam gua yang tembus kedua belah mulutnya dimana kuburan tersebut tak dapat di set atau direkam oleh lensa foto digital yang dibawah oleh penulis ketika beberapa kali memotretnya (lihat gambar).


Berdasarkan artikel yang ditulis oleh sejarawan Yulianto Sumalyo, dalam paragraph Warisan Budaya Muslim di Nusanatara, mengatakan bahwa islam masuk pertama kali di Indonesia di mulai dari Aceh sekitar Abad XIII, kemudian dari sini mulai Abad ke XIV disebarkan ke pulau-pulau besar lainya seperti Jawa, Sulawesi, Maluku dan Kalimantan. Pada konteksi ini bisa dikatakan bahwa mulai Abad ke XIII di bangun mesjid di Aceh, meskipun hingga saat ini tidak lagi diketemukan bangunan arsitektur mesjid tertua tradisional di negeri tersebut, kecuali hanya satu-satunya yang masih ada terdapat bangunan mesjid dengan mempertahankan arsitektural tradisional yakni Mesjid Tua Wapauwe, desa Hila di pulau Ambon dibangun tahun 1414 Masehi Sampai dengan tahun 1980-an di sekitar makam H.A. Muhammad di pemadian Kohondao Liya Togo sering terdengan kumandan azan magrib Isya dan subuh termasuk Kisah ini diceritakan oleh Haji.A.Muhammad kepada Ketua Umum Forkom KabaLi Indonesia ketika baru saja memberikan doa tahlil dihadapan makam haji tersebut yang terdapat di permandian Kohondao Liya. Dalam kisahnya yang amat menyedihkan itu, melalui dialogis metafisis kepada penulis, Haji A.Muhammad menceritakan penderitaannya luar biasa ketika dalam perjalanan mereka membawa kapal layar dengan awak kapal terdiri dari para saudagar pedagang rempah-rempah antara asia melewati selat Malaka menuju laut jawa dengan tujuan Filiphina tak disangka setelah melewati laut Jawa kapal mereka terdampar oleh karang laut akibat gelombang. Pada saat kapal mereka kandas oleh karang laut di selat jawa tersebut tak lama kemudian kapal layar yang ditumpanginya yang terbuat dari ramuan kayu pecah dan akhirnya merekapun berusaha menyelamatkan diri masing-masing dengan memegang bingkai kapal mereka yang telah pecah tersebut. Pada saat kapal pecah maka Haji A.Muhammad sebagai juragan mengomandoi anak buahnya yang saat itu berjumlah 19 orang untuk mengambil apa saja barang berharga yang bisa diselamatkan termasuk persediaan makanan. 

Dalam perjalanan dan perjuangan di laut untuk mempertahanan hidup dilakukannya dengan pasrah dan tawakkal kepada Allah SWT dan dalam perjalanan berminggu-minggu akhirnya mereka terdampar di pantai antara Liya-Simpora dan pulau Karamah dan tempat itu mereka namai Lamantanari. Belum jelas apa arti Lamantanari dalam bahasa persia namun setelah mereka terdampar yang selamat sisa 18 orang dimana orang lainnya tewas di laut. Setelah meraka terdampar di Togo Lamantanari yakni dipesisir pantai sebelah selatan pulau Wangi-Wangi merekapun kehabisan bahan makanan dan tidak memiliki perangkat alat-alat seperti parang, pisau, gergaji, linggis sehingga muncullah persoalan baru dalam upaya mempertahankan hidup dan mencari makanan untuk mengisi perut yang sudah sekian hari lapar akibat dihempas oleh gelombang di laut itu. Maka dengan keyakinan dan daya kesaktian yang dimiliki yang medapat ridho Allah SWT merekapun mendapat petunjuk dalam hati untuk mencari ular di pulau tersebut dan buah apa saja yang bisa dimakan untuk mempertahankan hidup mereka. 

Pada saat mereka tiba terdampar di pantai selatan pulau Wangi-Wangi tersebut mereka sejumlah 18 orang bermukim di bawah pepohonan rindang sambil mencari jalan dan cara bagaimana mereka bisa tinggal menetap secara aman mengingat di daerah ini tak ada satupun manusia yang mendiaminya. Alhasil mereka mendapatkan sebuah gua dengan pintu berbentuk pipih dimana di dalamnya cukup luas dan rata maka dijadikanlah tempat ini sebagai tempat pemukiman atau rumah mereka. Gua tersebut tepatnya terdapat di daerah tengah pemandian Kohondao yang mana saat ini bisa dijumpai artifak berupa meja terbuat dari batu, piring terbiuat dari batu, gelas terbuat dari batu, lesung, bantal dan alat-alat dapur lainnya masing-masing terbuat dari batu. Dan mengingat bahwa mereka berjumlah 18 orang tersebut adalah semuanya muslim maka pada tahun 1236 mereka mulai membangun mesjid di Togo Lamantanari dengan ukuran Mesjid lebih kurang 8 m x 8 m dan Ukuran Lingkungan Tembok 10 m x 10 m. Tiang-tiang mesjid terbuat dari kayu jenis dolken (kayu bundaran) dengan ramuan kaso dan ring dari cabang-cabang dan ranting kayu dengan diatapi dengan dedaunan dan rumput alang-alang.

Bekas mesjid tertua inipun saat ini bisa dijumpai di Togo Lamantanari yang berjarak ke arah timur dari pemandian Kohondau sekitar 800 meter. Lebih kurang 80 tahun mereka sejumlah 18 orang ini mendiami Togo Lamantanari dan akhirnya merekapun semuanya meninggal dunia di tempat ini. Bila disimak kisah ini cukup sedih dan pilu dimana mereka meninggalkan Persia untuk selama-lamanya karena tak bisa lagi kembali akibat terputusnya komunikasi karena ketika itu memang belum ada alat-alat komunikasi seperti yang terjadi saat ini. Sempat Haji A.Muhammad ceritakan bahwa beberapa waktu setelah mereka tinggal di Togo Lamantanari meerekapun didatangai para sanggila atau bajak laut yang ternyata sanggila tersebut bermukim di pulau Oroho yang tak jauh dari tempat mereka. Mereka tidak terlalu banyak bergaul dengan para hulubalang dan bajak laut dari pulau Oroho tersebut mengingat mereka ganas dan orang-orang nekat, namun dari tahun- ke tahun meraka pun sering diberi bantuan ala kadarnya seperti bahan makanan, peralatan dapur dan peralatan kebun dan sebagainya. 

Berdasarkan tuturan Haji. A.Muhammad tersebut secara fasih melalui media metafisis kepada Ketua Umum Forkom KabaLi dapat disimpulkan bahwa Mesjid Tertua di Indonesia terdapat di Togo Lamantanari desa Liya Togo, kepualauan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi, karena Mesjid Lamanatanari ini dibangun sejak tahun 1238 Masehi oleh Haji A. Muhammad dan rombongannya yang merupakan saudagar asal persia yang terdampar di pulau tersebut akibat kapal dagang yang mereka tumpangi pecah diselat jawa karena menabrak karang di laut., sementara Mesjid lainya dibangun sejak Abad XIII atau tahun 1300 Masehi di Aceh oleh pembawa ajaran Islam disana. Sebagai tanda-tanda misterius, dapat diamati ketika kita memasuki waktu untuk shlata Dhuhur dan Ashar, maka akan terdengar suara azan Dhuhur dan azan Ashar disekitar lokasi mesjid tua tersebut, Dan anehnya lokasi mesjid tertua ini memiliki kekuatan ghaib, sebab bila kita mau dengan sengaja berkunjung untuk melihat lokasi bekas mesjid tersebut maka sulit sekali untuk kita bisa menjumpainya. Alhamdulilah berkah tuntunan Tuhan YME sekalipun juga penulis mengalami hal yang sama yakni sulit menjumpai bekas mesjid tua ini namun setelah penulis lakukan shalat tak jauh dari lokasinya yakni pada Kota lama Togo Lamantanari maka dengan tiba-tiba lokasi mesjid tertua ini muncul dan bisa didapatkan.

Masih diperlukan pendalaman konseptual secara paripurna melalui suatu penelitian ilmiah yang dilakukan oleh para ahli arkiologis, ahli antropologis, ahli cultural dan ahli historical countenporer guna menguak tabir dibalik kisah median metafisis ini. ****

(sumber : www.forkomkabali.blogspot.com yang sudah diolah)

*). Ketua Umum Lembaga KABALI-Indonesia.

Tidak ada komentar: